Rabu, 13 Oktober 2010

" orang miskin dilarang sakit "

sejak beberapa hari lalu, hidung saya sukses membuat saya kembali menjadi anak ingusan. tidur malam pun tidak nyenyak karena hidung mampet dan tak lama kemudian si partner in crime juga datang: sakit tenggorokan.
mereka berdua memang suka kompak mengunjungi saya, kalo uda pilek pasti ujung-ujungnya batuk juga; atau sebaliknya. penyakit sepele sih...tapi cukup mengganggu mobilitas dan aktivitas.
gimana nggak, mau mikirin tugas atau mau kerja jadi ngga konsen gara-gara kepala puyeng akibat hidung bumpet.
ngga lucu juga kan, ketika bawa kendaraan ujug-ujug jadi galeong-galeong di tengah jalan akibat bersin yang bertubi-tubi datang membuat saya tidak bisa mengontrol laju kendaraan.

karena itulah, saya putuskan untuk mengakhiri penderitaan ini. khawatir jika mengalami penderitaan berkelanjutan dan tiada berkeakhiran, lama-kelamaan saya akan berubah menjadi chu pat kay si derita tiada akhir, tokoh babi rekan sun go kong si kera sakti *mulai berhalusinasi*

lalu pergilah saya menuju sebuah klinik, berjarak sekira 5-10 menit dari rumah....kalo pake mobil pribadi. kalo ngesot sih bisa 1jam lebih.
kenapa saya kesana?
1. jarak dari rumah cukup dekat
2. mereka berfasilitas 24jam...artinya, jam berapapun saya datang kesana selalu ada dokter jaga disana, minimal dokter umum
3. ngga perlu ngantri lama nunggu dokternya datang
4. tarif periksa cukup "murah", sekira 30 ribu untuk dokter umum, dan 55 ribu untuk dokter spesialis
(bandingkan dengan tarif puskesmas....)
5. tempat bersih, ruang tunggu nyaman, para  petugas cukup ramah menyambut kedatangan pasien

kok saya bisa tahu banget soal tempat itu?
yaiyalah...dari saya kecil uda jadi langganan (sedihnya penyakitan... T_T)

keanehan pertama terjadi tak lama setelah saya check in (emang hotel...) di meja pendaftaran pasien,
petugas: sudah pernah kesini bu? (emang kapan gue nikah ama bapak lo)
saya: udah
petugas: nama dan alamat?
saya: pahlawan bertopeng dari gua selarong (nama dan alamat disamarkan demi kerahasiaan pasien)

*beberapa detik kemudian*

petugas: bu, datanya ngga ada. bener uda pernah kesini?
saya: iya kok, uda beberapa kali..
petugas: terakhir kesini kapan?
saya: sekitar 6 bulan lalu (jawaban ngasal males mikir)

ternyata, entah gimana data saya ngga ada di database komputer mereka, dan akhirnya saya disuruh mengisi form kecil karena dianggap sebagai pasien baru. sambil menunggu giliran diperiksa, tekanan darah saya diukur oleh petugas yang memang standby di meja kasir,  dekat ruang tunggu dokter umum. kadang saya suka iseng mengukur berat badan dengan timbangan yang terlihat nganggur disana.
ngga lama kemudian, saya dipersilakan untuk memasuki ruang periksa dokter umum. ngga taunya...dengan ajaib berkas medical record saya sudah mendarat di meja sang dokter.
rupanya petugas pendaftaran segera mengubek data saya dengan cara manual di gudang data.
saya coba memahami, selalu ada celah eror baik human error...or machine error. setidaknya niat untuk memberikan pelayanan prima oleh para petugas klinik, patut diacungi jempol.

setelah berdialog dan diperiksa dikit sama dokter, akhirnya saya diberi resep obat 4 macam,
dengan tulisan yang ngga jelas itu bahasa romawi kuno atau sanskerta. untungnya sang dokter berbaik hati menjelaskan obat apa saja itu (dengan bahasa orang awam): obat pilek, obat alergi, antibiotik, dan vitamin.

klinik yang saya datangi memiliki apotik, yang sudah terkenal dengan reputasinya untuk 'menjajakan' obat dengan harga selangit. karena itu, saya mengambil keputusan untuk menebus obat di apotik langganan dekat rumah.

disinilah saya menemukan keanehan nomor dua,
setelah berkeliling ke dua apotik dekat rumah, sebagian  besar obat yang diresepkan pada saya tidak tersedia. malah apoteker di kedua apotik itu mengaku kesulitan membaca tulisan yang diresepkan oleh dokter. (apakah ini layak dikategorikan ke keanehan nomor tiga? hehehehe)
saya pun akhirnya kembali lagi ke apotik milik klinik itu. ternyata, mereka punya semua obat yang ada di resep itu, tapi dengan harga yang sangat mahal. untuk mengobati pilek-dan sedikit sakit tenggorokan- saya harus menyediakan lebih dari 200ribu rupiah.

dan inilah keanehan nomor empat. dokter di klinik itu, cenderung memberikan resep obat yang TIDAK LAZIM DIJUAL DI APOTIK LAIN; 3 dari obat yang diresepkan merupakan obat paten; yang sudah pasti harganya MAHAL.
ketika saya bertanya APA NAMA OBAT yang ditulis di resep, petugas di apotik itu 'berkelit'dengan menjawab: obat pilek, obat alergi, antibiotik, dan 'obat untuk kekebalan tubuh' (nama lain dari vitamin?)....dengan kata lain, dia 'menolak' untuk memberitahu saya NAMA obat-obatan tersebut.
kenapa ada informasi yang 'disembunyikan'?
bagi orang awam yang ngga ngerti masalah medis beserta tetek bengek farmasi, seakan tidak ada pilihan lain kecuali mengeluarkan biaya ekstra supaya 'jadi sehat' (gantian dompet saya yang sakit...) dan pasrah menebus obat-yang-tidak-dijual di tempat lain itu.

rasanya saya pernah mendengar, adalah hak pasien untuk meminta dokter meresepkan obat generik. tapi saya yakin, tidak banyak pasien yang 'punya keberanian' untuk berkata pada dokter,
"Dok, saya minta obat generik saja"

ketika saya mengingat-ingat kembali, kejadian ini bukan yang pertama. sebelumnya pun pernah ada kejadian yang sama. saat itu, untuk mengobati dispepsia (nama kerennya: sakit maag) saya harus menebus obat dengan harga hampir mendekati 400ribu rupiah (belum termasuk periksa laboratorium). ketika menemui dokter sambil memberikan hasil lab, dengan jujur saya berkata, "dok, obatnya belum saya minum. belum saya beli, soalnya mahal". Dokter nampak terkejut (entah pura-pura terkejut) ketika saya sebutkan harga obat yang beliau beri. akhirnya, beliau mengganti resep saya, dan ketika saya tebus resep itu di apotik lain...cuma habis sekira 100ribu. beda jauh banget kan....

orang bilang sehat itu mahal.
tapi menurut saya sih: SAKIT ITU MAHAL, sehat itu lebih enak hehehe
jadi orang sakit di negeri ini seperti kata pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga. uda harus menahan diri menanggung sakit, harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit pula ketika ingin sembuh.
inikah realita pelayanan kesehatan di negeri ini?
gimana dengan hak-hak pasien?
gimana dengan hak-hak warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang terjangkau?
gimana nasib orang-orang miskin yang ngga mampu menanggung biaya berobat, padahal mereka yang paling butuh disediakan pelayanan kesehatan yang memadai?
gimana supaya 'kartel-kartel' raksasa farmasi itu berpihak pada rakyat kecil?

di perjalanan pulang,
di antara deru mesin vw kodok yang saya tumpangi,
saya termenung memikirkan sejumlah keanehan yang saya jumpai dan sederet pertanyaan lain yang kian berkecamuk di benak.

berlebihankan jika akhirnya saya berpendapat:
di negeri ini, ORANG MISKIN DILARANG SAKIT?
 

2 komentar:

nz mengatakan...

waa,, minyun sakit juga..
oda yuuji
oda kazumasa
oda iji ni.. :P

si miNyun mengatakan...

terimakasi terimakasi...

ところで、入院していたって、本当?知らなかった…お見舞に行かなかったすみませんね。

Posting Komentar