Minggu, 21 Agustus 2011

Celoteh tentang Cinta dan Kesedihan: Lelaki yang Membelah Bulan


kesedihan dan cinta.

itulah dua faktor yang sering membuat seseorang mendadak jadi pujangga :)

nggak percaya?

cobalah tengok, dikala jatuh cinta orang cenderung menjadi puitis dan berbunga-bunga. lembar-lembar buku catatan, posting di situs pribadi, update status atau tweet berhiaskan kata-kata indah nan menawan. dunia serasa begitu indah dan berwarna.

pun dikala kesedihan datang,orang juga bisa menjadi puitis karena dorongan hati yang mendesak ingin dikeluarkan. melepaskan diri dari sesaknya himpitan rasa, meringankan nafas dan terkadang juga meluruskan pikiran; agar bisa berdamai dengan diri di kemudian hari.

tapi,
diantara kedua faktor tadi,rasanya celoteh tentang cinta lebih banyak dibuat jadi konsumsi publik (dan memang cenderung disukai) dibanding celoteh tentang kesedihan. (entah kenapa) magnet celoteh tentang cinta lebih banyak menarik perhatian dibanding celoteh tentang tragedi dan kesedihan.

kenapa?

(mungkin) karena efek yang diberikan oleh keduanya berbeda. ketika seorang berceloteh tentang cinta, yang dipancarkannya adalah aura kebahagiaan; energi yang (berkesan) positif. sehingga, bagi orang lain yang mengkonsumsi celoteh itupun, ada perasaan yang positif hinggap di dirinya meskipun celoteh itu (mungkin saja) samasekali tidak berkaitan dengan dirinya.

ketika seorang berceloteh tentang kesedihan, yang dipancarkannya adalah aura yang gelap; energi yang (berkesan) negatif. sehingga, orang menjadi 'alergi' ketika melahapnya; ada perasaan tidak enak hinggap di dirinya ketika bersentuhan dengan celoteh itu meskipun (mungkin saja) celoteh itu juga samasekali tidak berkaitan dengan dirinya.

tetapi tidak demikian dengan Noviana Kusumawardhani, seorang penulis yang menelurkan kumpulan cerpen dengan judul "Lelaki yang Membelah Bulan" ini. Kumpulan cerpen ini berisi delapan cerita yang melulu bertemakan tentang kesedihan. 
sang penulis rupanya tidak takut mengangangkat tema yang bagi sebagian besar orang dianggap gelap, hitam, negatif, atau apalah lagi itu namanya.
lewat cerpen-cerpen yang disajikannya, sang penulis berbagi pandangan bahwa kesedihan pun merupakan bagian yang penting dari kehidupan; sama pentingnya dengan hadirnya cinta dalam kehidupan. 

saya lebih suka menyebut cerpen saya sebagai teman perjalanan memasuki ruang gelap, karena hanya dengan menerima gelap maka kita akan mengenal terang


begitulah katanya. 

cerpen-cerpen yang tersaji dalam buku ini memiliki judul yang sederhana:
"perempuan senja" 
"lampion merah bergambar phoenix"
"lelaki yang membelah bulan"
"peti mati"
"penari hujan"
"sebuah pagi dan seorang lelaki mati"
dan "pemburu air mata"

meskipun begitu, judul-judul yang sederhana ini ternyata sanggup menjelma jadi fatamorgana tentang kehidupan yang aneh, berisikan melankoli tentang warna senja, malam, kematian, juga perpisahan.
tetapi, jika ditilik lebih dalam, fatarmorgana itu ternyata hadir sebagai  kiasan dari secarik kanvas yang (kadang) bisa saja menyeruak dalam kehidupan sehari-hari.

cerpen favorit saya dari kedelapan judul di atas?
hmmm...............................tidak ada hehehehe
semuanya memiliki bobot dan keindahan masing-masing; walaupun indah dengan cara yang tidak biasa. semuanya favorit sekaligus membuat alergi ;)

walaupun begitu, saya harus setuju dengan ucapan si pengarang, bahwa
"dengan menerima gelap, maka kita akan mengenal terang"

siapkah anda merangkul sisi gelap dari diri?



2 komentar:

nz mengatakan...

kok perasaan kayak udah pernah baca.. dimana ya? *amnesia*

si miNyun mengatakan...

mungkin perasaannya salah hehehehe

Posting Komentar