Rabu, 16 Desember 2009

Teori Bunglon

“ Tahu bunglon?”
Bunglon?”
Iya…..bunglon, binatang itu lho…”
Oh…..binatang mimikri yang bisa berubah-ubah warna kulitnya itu, kan?”
Benar”
Memang, apa istimewanya?”
Pernah perhatikan, kapan saja bunglon berubah warna?”
Ketika beradaptasi dengan lingkungan ia berada...”
.......juga sebagai mekanisme self-defense
Menurutmu, sepantasnya bunglon hidup dimana?”
Ya di hutan, atau, di kebun binatang, yah..di tempat yang banyak pohon-pohon gitu deh…”
Oh ya, tapi...di sekitar kita banyak bunglon berkeliaran lho!”
Ah, masa??Kok, gak pernah kelihatan?”
Coba lihat lebih jeli...bunglon-bunglon itu bisa saja berada di antara teman-temanmu, pacarmu, relasi bisnismu....pokoknya, di antara orang-orang yang kau kenal...”
Maksudnya?”
Ya itu, bunglon yang berkulit manusia. Bunglon yang didepanmu bisa tertawa dan tersenyum manis, menangis terharu, selalu memujamu..tampak menyenangkan, selalu berkata apa yang sesuai dengan keinginanmu.Ya, bunglon semacam itu ”
Apa kau mencoba bilang, orang-orang seperti itu sesungguhnya gak bisa dipercaya?”
Bukan..hanya saja aku bertanya-tanya, orang-orang yang tampak perfect, tampak baik, apakah benar mereka seperti itu....
Kau percaya akan ketulusan?”
Ya, tentu saja, walaupun terkadang terdengar seperti sebuah utopia”
Apakah bunglon memiliki ketulusan?”
Ya,....tergantung...bisa ya, bisa juga tidak. Ketika bunglon berganti warna kulit demi menyenangkan siapa yang dihadapinya, bukankah itu salah satu bentuk ketulusan?”
Ya, bisa juga. Tapi, ketika bunglon berganti warna kulit sebagai mekanisme self-defense, apakah disana masih ada sebuah ketulusan; ketika ada sesuatu yang ditutup-tutupi?”
Tergantung juga...self-defense untuk apa. Sekedar menyelamatkan muka, atau mempertahankan hidup? Kukira, itu hak setiap individu. Walaupun, sebuah ketulusan sebenarnya dinilai ketika kita menunjukkan diri apa adanya, mengungkap fakta, dan tidak memanipulasi...”
Jujur, maksudmu?”
Ya”
Tapi, bunglon kan jarang sekali memperlihatkan wajah aslinya...lalu dimanakah ketulusan dan kejujuran itu tersimpan?”
....apa pernah, kau teliti bunglon dari sisi lain? dalam hati mereka ingin dunia menerima mereka apa adanya, meskipun mungkin ia buruk rupa. Sekarang, tanya pada dirimu sendiri, apakah dirimu cukup tulus dan cukup jujur untuk menerima sosok bunglon apa adanya?”
Maksudmu, semua salah kita, yang cenderung menilai kulit; sehingga bunglon-bunglon itu lahir?!”
...semacam itu lah...”
Bagaimana,jika, ia memang benar-benar bunglon, tidak punya kejujuran apalagi ketulusan??”
Ya biarlah, selamanya ia menjadi bunglon. Memperdaya diri dengan kepalsuan dan topeng-topeng yang ia cipta...”
Lalu, kita harus bagaimana?”
Cobalah menjadi bijak....apa yang kau tebar, itulah yang kau panen...
seperti itu kan, hukum alam?”

0 komentar:

Posting Komentar