Jumat, 24 Juni 2011

Pada Suatu Ketika

apakah kita harus terlebih dulu bercengkerama dengan sepi, sebelum akhirnya menyadari betapa beraratinya kehadiran seseorang?

laki-laki itu duduk di meja dekat jendela. menatap nanar pada asbak di atas meja dan bangku di seberangnya. tidak seperti kemarin-kemarin, kali ini asbak di atas meja kosong, tidak penuh oleh abu rokok. pun bangku seberangnya, bangku dimana bisanya perempuan itu duduk sambil menulis sesuatu di buku catatannya; atau merokok sambil ngobrol ngalor-ngidul bersamanya. walau biasanya kantin sepi setelah jam makan berlalu, tapi kali ini terasa lebih sepi dari biasanya. lengang. hampa
_________________

perempuan itu berjalan perlahan di koridor. menyampirkan backpack sebelah bahu.
apakah kita harus merasakan kehilangan, baru akhirnya menyadari artinya memiliki?
masih ia berjalan dengan kepala menunduk. tak peduli kemana langkah kaki membawanya. angin sore berhembus cukup kencang. perempuan itu merapatkan jaketnya. tapi dingin tetap terasa menusuk. perempuan itu berhenti berjalan. mendongak menatap langit sore yang semakin kelabu.
_________________

mendung. kelabu. dingin. sepi. senja segera datang. di bawah naungan langit, dua orang berjalan tergesa, masing-masing tenggelam dalam kesendirian.
_________________

ada hal-hal remeh yang sering terabaikan. hal-hal remeh yang kemudian tanpa kita sadari, telah menjadi bagian dari ritme hidup kita. saat ia tiada, kadang butuh waktu yang cukup lama untuk kita menyadari kepergiannya. hingga pada suatu ketika, hanya sebuah ruang hampa yang ada.....

0 komentar:

Posting Komentar